Aturan Lengkap Hak Cuti Karyawan & Jenisnya Menurut UU Terbaru

Shirley Candrawardhani
Redaksi KitaLulus merupakan content writer dan editor profesional yang mengelola konten artikel di KitaLulus.
hak cuti karyawan adalah
Aturan Lengkap Hak Cuti Karyawan & Jenisnya Menurut UU Terbaru

Mengelola hak cuti karyawan seringkali menjadi tantangan bagi HRD. Salah perhitungan atau interpretasi aturan bisa berakibat pada ketidakpuasan karyawan, masalah hukum, dan penurunan produktivitas.

Artikel ini akan memandu Anda memahami seluk-beluk hak cuti karyawan sesuai UU Ketenagakerjaan. Simak, ya!

BACA JUGA: Produktivitas Kerja: Pengertian dan Cara Meningkatkannya!

Apa itu Hak Cuti Karyawan?

hak cuti karyawan adalah

Hak cuti karyawan adalah hak yang dimiliki oleh setiap karyawan untuk tidak masuk kerja dalam jangka waktu tertentu tanpa kehilangan upah, sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam peraturan perusahaan dan undang-undang ketenagakerjaan. Hak ini mencakup berbagai jenis cuti, seperti cuti tahunan, cuti sakit, cuti melahirkan, dan cuti penting.

Cuti bukan hanya sekadar waktu istirahat bagi karyawan. Pengambilan cuti yang tepat dapat meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan karyawan.

Ketika karyawan memiliki kesempatan untuk beristirahat dan mengisi ulang energi, mereka akan kembali bekerja dengan semangat yang lebih tinggi, kreativitas yang lebih baik, dan fokus yang lebih tajam.

Oleh karena itu, pengelolaan hak cuti yang baik sangat penting bagi perusahaan untuk menciptakan lingkungan kerja yang sehat dan produktif.

Biasanya perusahaan akan memberikan hak cuti karyawan berdasarkan kebijakannya masing-masing. Namun pada umumnya, pemberian hak cuti ini dapat diberikan sesuai dengan jenis dan status karyawan.

Jenis-jenis Hak Cuti Karyawan

Jenis hak cuti karyawan menurut UU

Regulasi mengenai hak cuti karyawan sudah diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003. Di dalam regulasi tersebut, pemerintah mengatur beberapa jenis hak cuti yang bisa diterima oleh karyawan.

Berikut beberapa jenis hak cuti karyawan yang perlu Anda ketahui, di antaranya adalah:

1. Cuti Tahunan

Jenis hak cuti karyawan yang pertama adalah cuti tahunan. Menurut Undang-Undang Ketenagakerjaan Pasal 79, pengusaha wajib memberikan waktu istirahat dan cuti kepada pekerja atau buruh.

Salah satunya adalah cuti tahunan atau annual leave. Hak cuti karyawan yang harus diberikan adalah sebanyak 12 hari kerja. Pada dasarnya, cuti tahunan ini diberikan kepada karyawan yang sudah memiliki masa kerja selama 12 bulan penuh. Tidak hanya itu, ketentuan ini harus tercatat dengan jelas dalam perjanjian kontrak kerja, peraturan perusahaan, dan/atau perjanjian kerja bersama.

2. Cuti Besar

Jenis hak cuti karyawan selanjutnya adalah cuti besar. Biasanya cuti besar disebut dengan istilah istirahat panjang. Hak cuti ini sangat spesial karena hanya diberikan kepada karyawan yang sudah bekerja dengan loyal di suatu perusahaan.

Pada umumnya, jumlah cuti besar yang bisa diambil karyawan adalah satu bulan. Hak cuti karyawan ini akan diberikan kepada mereka yang sudah bekerja selama 6 tahun lamanya.

3. Cuti Bersama

Selanjutnya ada jenis hak cuti karyawan yang dikenal dengan istilah cuti bersama. Cuti bersama adalah hari libur yang ditetapkan pemerintah dan mengurangi jatah cuti tahunan karyawan.

Karyawan berhak menolak cuti bersama, namun jatah cuti tahunannya tetap berkurang.

BACA JUGA: Program Kerja HRD untuk Meningkatkan Produktivitas Perusahaan

4. Cuti Melahirkan

Dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan diatur tentang cuti melahirkan selama 3 bulan dengan pembagian 1,5 bulan sebelum dan 1,5 bulan setelah melahirkan. Kini, setelah RUU KIA sah menjadi undang-undang, cuti melahirkan ibu bekerja menjadi 6 bulan atau 30 minggu.

Sedangkan untuk cuti suami yang mendampangi istri melahirkan, hanya diberikan cuti 2 hari dari pemerintah.

Perusahaan wajib memberikan cuti melahirkan sesuai UU, dan tidak boleh memecat atau memberikan sanksi kepada karyawan yang mengambil cuti melahirkan.

5. Cuti Sakit

Karyawan yang memiliki kondisi tidak memungkinkan untuk bekerja, berhak mengajukan cuti atau waktu istirahat. Untuk mendapatkan cuti sakit, karyawan biasanya perlu menyertakan surat dokter sebagai bukti.

Perusahaan dapat mengatur jumlah hari cuti sakit yang ditanggung penuh, sebagian, atau tidak ditanggung sama sekali. Beberapa perusahaan memberikan cuti sakit berbayar selama beberapa hari, sementara yang lain mengharuskan karyawan menggunakan cuti tahunan atau tidak memberikan bayaran selama cuti sakit.

6. Cuti Haji atau Umroh

Cuti haji/umroh adalah hak karyawan Muslim untuk melaksanakan ibadah haji atau umroh. Cuti ini biasanya diberikan dalam jangka waktu yang lebih panjang daripada cuti tahunan.

Durasi cuti haji umumnya adalah sekitar 40 hari, sesuai dengan penyelenggaraan ibadah haji reguler oleh Kementerian Agama. Namun beberapa biro haji dan umroh menawarkan paket haji plus dengan durasi lebih singkat, yaitu sekitar 15-30 hari.

Sedangkan untuk umroh, tidak ada aturan khusus yang mengatur tentang ini. Jadi, karyawan bisa memanfaatkan hak cuti tahunan. Namun ada juga perusahaan yang memberikan cuti khusus untuk umroh bagi karyawannya di luar jatah cuti tahunan.

PP No. 78 Tahun 2015 Pasal 28 tentang Pengupahan mengatur bahwa perusahaan hanya wajib memberikan cuti haji satu kali selama karyawan bekerja di perusahaan tersebut.

7. Cuti Haid

Cuti haid adalah hak karyawan wanita untuk tidak masuk kerja pada hari pertama dan kedua haid jika mengalami sakit yang mengganggu pekerjaan.

8. Cuti Penting

Cuti penting adalah jenis hak cuti karyawan selanjutnya. Pada umumnya, cuti penting ini bisa didapatkan karyawan yang memang tidak bisa masuk kantor karena berbagai alasan penting.

Pada Undang-Undang Ketenagakerjaan Pasal 93 ayat (2) dan (4), ada aturan mengenai berapa lama hak cuti karyawan yang bisa didapatkan untuk cuti penting ini, yaitu antara lain:

  • Cuti pernikahan: 3 hari
  • Cuti menikahkan anak: 2 hari
  • Cuti acara khitanan anak: 2 hari
  • Pembaptisan anak: 2 hari
  • Cuti istri melahirkan atau keguguran: 2 hari
  • Anggota keluarga (suami/istri, orangtua/mertua, anak/menantu) meninggal dunia: 2 hari
  • Anggota keluarga dalam satu rumah meninggal dunia: 1 hari

Metode Perhitungan Cuti Karyawan

perhitungan hak cuti karyawan

Perhitungan hak cuti karyawan sangat penting untuk memastikan bahwa karyawan mendapatkan hak mereka sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Berikut adalah metode perhitungan hak cuti berdasarkan tiga istilah penting: annually, anniversary, dan monthly.

1. Cuti Tahunan (Annually)

Cuti tahunan adalah hak cuti yang diberikan kepada karyawan setelah mereka bekerja selama satu tahun penuh. Di Indonesia, berdasarkan Undang-Undang Ketenagakerjaan, setiap karyawan berhak mendapatkan minimal 12 hari cuti tahunan setelah satu tahun masa kerja.

  • Contoh: Jika seorang karyawan mulai bekerja pada tanggal 1 Januari 2023, maka pada tanggal 1 Januari 2024, mereka akan mendapatkan hak cuti tahunan sebanyak 12 hari untuk digunakan sepanjang tahun tersebut.

2. Tanggal Anniversary (Anniversary)

Tanggal anniversary adalah tanggal peringatan yang menandai awal masa kerja seorang karyawan di perusahaan. Hak cuti tahunan akan dihitung berdasarkan anniversary date ini.

  • Contoh: Jika seorang karyawan mulai bekerja pada tanggal 1 Januari 2023, maka anniversary date-nya adalah 1 Januari setiap tahun. Pada tanggal ini, karyawan akan mendapatkan hak cuti tahunan baru yang dapat digunakan selama satu tahun ke depan.

3. Cuti Bulanan (Monthly)

Cuti bulanan adalah cara perhitungan hak cuti yang memberikan proporsi cuti kepada karyawan berdasarkan masa kerja mereka setiap bulan. Metode ini sering digunakan untuk karyawan yang baru bergabung atau untuk menghitung sisa cuti jika seorang karyawan belum mencapai satu tahun masa kerja.

  • Contoh: Jika perusahaan memberikan hak cuti tahunan sebesar 12 hari, maka perhitungannya menjadi:
    • Cuti Bulanan: 12 hari / 12 bulan = 1 hari cuti per bulan.
    • Jika seorang karyawan baru bergabung pada bulan Maret dan sudah bekerja selama 6 bulan, mereka berhak atas:
    • Hak Cuti: 1 hari x 6 bulan = 6 hari cuti.

Lalu bagaimana jika karyawan tidak menghabiskan seluruh jatah cutinya?

  • Apabila sisa dari cuti tahunan sudah melewati masa 12 bulan, maka dibiarkan hangus
  • Sisa cuti tahunan juga bisa digantikan dengan uang kompensasi
  • Sisa cuti tahunan bisa juga bisa ditambahkan ke tahun berikutnya

Penerapan Regulasi Hak Cuti Karyawan Menurut Status Kontraknya

Pada dasarnya, hak cuti karyawan berbeda-beda, baik bagi karyawan tetap, kontrak, dan berbagai status lainnya. Supaya Anda lebih paham, berikut ini kami ulas beberapa perbedaan penerapan regulasi hak cuti yang umum terjadi di perusahaan.

1. Cuti yang Dibayar dan Tidak Dibayar

Tahukah Anda bahwa karyawan yang mengambil cuti tetap mendapatkan upah penuh. Upah penuh yang dimaksud adalah gaji pokok namun tidak termasuk dengan tunjangan yang sudah ditentukan perusahaan. Namun hal tersebut hanya berlaku untuk karyawan yang sudah memiliki masa kerja 12 bulan.

Lalu bagaimana yang belum memiliki masa kerja 12 bulan? Karyawan dengan masa kerja kurang dari 12 bulan tetap berhak atas cuti, namun upah selama cuti tersebut dapat dipotong (sesuai kesepakatan).

2. Cuti Karyawan Tetap dan Tidak

Pada dasarnya hak cuti karyawan tetap atau tidak tetap tidak ada perbedaan. Hanya saja, peraturan untuk cuti tahunan adalah bagi karyawan memiliki masa kerja minimal 12 bulan.

Karyawan kontrak juga berhak atas cuti tahunan jika memenuhi syarat masa kerja yaitu 12 bulan. Namun hal ini tergantung pada kebijakan perusahaan dan perjanjian kerja.

Sanksi Bagi Perusahaan yang Tidak Memberikan Hak Cuti Karyawan

aturan hak cuti karyawan berdasarkan undang undang

Pemberian hak cuti karyawan haruslah berdasarkan pada peraturan Undang-Undang Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003. Jika perusahaan tidak memberikan cuti sesuai dengan peraturan tersebut, akan mendapatkan sanksi seperti berikut:

  • Pada Pasal 82 menyebutkan bahwa, sanksi pidana penjara 1-4 tahun dan/atau denda 100-400 juta rupiah diberikan kepada pihak yang melanggar ketentuan tidak ada pemberian istirahat bagi pekerja yang ingin melahirkan.
  • Kemudian pada pasal 79 ayat (1) dan (2) menyebutkan, pelanggaran terhadap tidak adanya pemberian waktu istirahat atau cuti sesuai dengan ketentuan akan dikenakan sanksi pidana kurungan 1-12 bulan dan/atau denda 10 juta sampai 100 juta rupiah.

Selain sanksi hukum, perusahaan juga berisiko kehilangan reputasi dan kesulitan merekrut talenta terbaik.

Pertanyaan yang Sering Ditanyakan

Berikut adalah jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan umum seputar hak cuti karyawan di Indonesia:

1. Berapa jumlah cuti tahunan yang berhak diterima karyawan menurut undang-undang?

Menurut UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003, karyawan berhak mendapatkan cuti tahunan minimal 12 hari kerja setelah bekerja selama 12 bulan secara terus-menerus pada perusahaan yang sama. Jumlah ini adalah ketentuan minimal, dan perusahaan dapat memberikan jumlah hari cuti yang lebih banyak sesuai kebijakan internal.

2. Apakah cuti tahunan yang tidak diambil bisa diuangkan?

Ya, cuti tahunan yang tidak diambil dapat diuangkan sesuai kesepakatan antara karyawan dan perusahaan. Namun, mekanisme ini harus diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

Nilai uang pengganti cuti biasanya setara dengan upah harian dikalikan jumlah hari cuti yang tidak diambil.

3. Bagaimana prosedur pengajuan cuti yang benar?

Prosedur pengajuan cuti umumnya mencakup:

  • Mengajukan permohonan tertulis (surat atau email) kepada atasan langsung
  • Menyebutkan jenis cuti, alasan, dan durasi cuti
  • Mengajukan minimal 1-2 minggu sebelum tanggal cuti (kecuali untuk cuti darurat)
  • Mendapatkan persetujuan tertulis dari atasan
  • Melakukan serah terima pekerjaan kepada kolega yang ditunjuk

Setiap perusahaan mungkin memiliki prosedur spesifik yang perlu diikuti.

4. Apakah karyawan kontrak berhak mendapatkan cuti tahunan?

Ya, karyawan kontrak juga berhak mendapatkan cuti tahunan selama memenuhi syarat masa kerja 12 bulan secara terus-menerus. Namun, jumlah hari cuti dihitung secara proporsional sesuai dengan durasi kontrak. Misalnya, jika kontrak hanya 6 bulan, karyawan berhak atas 6 hari cuti.

5. Apakah perusahaan boleh menolak pengajuan cuti karyawan?

Secara hukum, perusahaan tidak boleh menolak cuti karyawan yang sudah diatur dalam undang-undang. Namun, perusahaan dapat mengatur jadwal pengambilan cuti berdasarkan kebutuhan operasional. Jika terjadi penolakan, perusahaan wajib memberikan alasan yang jelas dan menawarkan alternatif waktu cuti.

6. Bagaimana dengan hak cuti untuk ayah yang istrinya melahirkan (paternity leave)?

Cuti untuk ayah (paternity leave) belum diatur secara spesifik dalam UU Ketenagakerjaan Indonesia. Namun, banyak perusahaan yang sudah memberikan kebijakan cuti paternity berkisar 2-14 hari. Karyawan disarankan untuk memeriksa peraturan perusahaan terkait hal ini.

7. Apakah libur nasional termasuk dalam hitungan cuti tahunan?

Tidak, libur nasional tidak termasuk dalam hitungan cuti tahunan. Jika karyawan mengambil cuti yang mencakup hari libur nasional, maka hari libur tersebut tidak dihitung sebagai hari cuti. Misalnya, jika karyawan cuti 5 hari kerja dan di antaranya terdapat 1 hari libur nasional, maka yang terhitung cuti hanya 4 hari.

8. Bagaimana ketentuan cuti bersama yang ditetapkan pemerintah?

Cuti bersama ditetapkan oleh pemerintah melalui SKB (Surat Keputusan Bersama) tiga menteri. Cuti bersama diambil dari jatah cuti tahunan karyawan. Jika jatah cuti tahunan karyawan tidak mencukupi, maka kekurangannya dapat diperhitungkan dengan cuti tahunan tahun berikutnya atau diatur sesuai kebijakan perusahaan.

9. Apa konsekuensinya jika karyawan mengambil cuti tanpa persetujuan (mangkir)?

Karyawan yang mangkir tanpa alasan yang sah dapat dikenakan sanksi sesuai peraturan perusahaan. Jika ketidakhadiran mencapai 5 hari kerja berturut-turut tanpa keterangan tertulis dan telah dipanggil 2 kali secara patut oleh perusahaan, karyawan dapat dianggap mengundurkan diri (PHK) sesuai ketentuan UU Ketenagakerjaan.

10. Apakah cuti sakit diperhitungkan sebagai bagian dari cuti tahunan?

Tidak, cuti sakit tidak diperhitungkan sebagai bagian dari cuti tahunan. Cuti sakit adalah hak terpisah yang diberikan ketika karyawan sakit dengan bukti surat keterangan dokter. Perusahaan tetap wajib membayar upah karyawan selama sakit sesuai ketentuan dalam Pasal 93 UU Ketenagakerjaan, yaitu:

  1. untuk 4 (empat) bulan pertama, dibayar 100% dari upah;
  2. untuk 4 (empat) bulan kedua, dibayar 75% dari upah; 
  3. untuk 4 (empat) bulan ketiga, dibayar 50% dari upah; dan
  4. untuk bulan selanjutnya dibayar 25% dari upah sebelum pemutusan hubungan kerja dilakukan oleh pengusaha.

Demikianlah penjelasan mengenai hak cuti karyawan yang perlu Anda pahami dan ketahui. Jangan lupa memberikan hak cuti karyawan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Hal ini tidak hanya bermanfaat untuk karyawannya saja, tetapi juga untuk kemajuan dan perkembangan perusahaan Anda.

Apabila perusahaan Anda membutuhkan seorang HRD untuk mengurusi hak cuti karyawan, yuk pasang lowongan kerja perusahaan Anda di KitaLulus! Daftarkan diri Anda sekarang juga di KitaLulus dan dapatkan kandidat HRD terbaik yang berkompeten dan berkualitas bersama KitaLulus, mulai dari sekarang!

  • Undang-undang Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003
  • Peraturan Pemerintah (PP) No. 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan
Bagikan Artikel Ini:
Bagikan Artikel Ini: Share Tweet
To top