Isi UU Omnibus Law Cipta Kerja sudah disahkan pada 5 Oktober 2020. Pengesahan tersebut dilakukan dalam Rapat Paripurna ke-7 oleh Dewan Perwakilan Rakyat, di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta.
Pada saat pengesahannya, DPR mengubah isi RUU Cipta Kerja menjadi Undang-Undang Cipta Kerja. Meskipun sudah disahkan, isi UU Omnibus Law Cipta Kerja masih saja mendapat penolakan dan protes dari berbagai elemen masyarakat. Hal ini dikarenakan isi undang-undang tersebut dinilai akan membawa dampak buruk bagi tenaga kerja atau buruh.
Lalu, apa sebenarnya isi UU Omnibus Law Cipta Kerja? Mengapa mendapatkan banyak penolakan? Apa yang membuat buruh tidak setuju dengan isi RUU Cipta Kerja? Berikut penjelasannya.
Mengetahui Apa Itu Omnibus Law
Istilah omnibus law pertama kali diucapkan oleh Joko Widodo pada pidato pertamanya setelah dilantik sebagai Presiden RI yang kedua kalinya di tahun 2019. Dalam pidatonya, Jokowi menyebutkan bahwa aka nada sebuah konsep hukum perundang-undangan yang disebut dengan Omnibus Law.
Ada dua undang-undang yang akan dibahas bersama DPR, yaitu undang-undang cipta lapangan kerja, dan undang-undang pemberdayaan UMKM. Sementara itu, Pakar Hukum Tata Negara, Bivitri Savitri, menyebutkan bahwa Omnibus Law merupakan sebuah undang-undang yang dibuat untuk menyasar isu besar di suatu negara.
Sebelum disahkan, isi RUU Cipta Kerja 2020 dibahas sebanyak 64 kali rapat mulai dari tanggal 20 April hingga 3 Oktober 2020. Isi RUU Cipta Kerja memuat 15 bab dan 174 pasal. Selain itu, ada Sembilan fraksi DPR yang menyampaikan pendapatnya terkait isi RUU Cipta Kerja ini.
Meskipun ada beberapa fraksi yang menyatakan tidak sependapat dengan fraksi lainnya, hasilnya isi RUU Cipta Keja disahkan menjadi undang-undang. Sebab suara fraksi yang setuju lebih banyak dari pada yang tidak.
Apa Isi UU Omnibus Law Cipta Kerja?
Isi UU Omnibus Law Cipta Kerja banyak yang berkaitan dengan bidang kerja pemerintah di sektor ekonomi. Pada bulan Januari 2020, pemerintah mengajukan dua omnibus law, yaitu cipta kerja dan perpajakan.
Pada dasarnya, ada 11 klaster yang dijadikan sebagai pembahasan dalam isi RUU Cipta Kerja, yaitu:
- Penyederhanaan perizinan tanah
- Persyaratan investasi
- Ketenagakerjaan
- Kemudahan dan perlindungan UMKM
- Kemudahan berusaha
- Dukungan riset dan inovasi
- Administrasi pemerintahan
- Pengenaan sanksi
- Pengendalian lahan
- Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)
Selanjutnya setelah disahkan, isi RUU Cipta Kerja berubah nama menjadi isi UU Omnibus Law Cipta Kerja yang terdiri atas 15 bab dan 174 pasal. Ada banyak hal yang diatur di dalam undang-undang ini, mulai dari ketenagakerjaan hingga lingkungan hidup.
Lalu mengapa banyak buruh yang menolak isi UU Omnibus Law Cipta Kerja ini? Apa dampak bagi buruh yang memicu berbagai masalah?
Dampak Isi UU Omnibus Law Cipta Kerja Bagi Buruh
Terdapat beberapa pasal yang dianggap bermasalah dan kontroversial dalam Bab IV tentang Ketenagakerjaan UU Cipta Kerja. Dan masalah ini dianggap tidak adil bagi buruh. Di antaranya adalah sebagai berikut:
1. Kontrak Tanpa Batas (Pasal 59)
Isi UU Omnibus Law Cipta Kerja menghapus peraturan mengenai jangka waktu perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) atau pekerja kontrak. Di dalam pasal 59 ayat (4) UU Cipta Kerja menyebutkan bahwa;
“Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaan, jangka waktu dan batas waktu perpanjangan perjanjian kerja waktu tertentu diatur dengan Peraturan Pemerintah”
Padahal sebelumnya, UU Ketenagakerjaan yang mengatur tentang PKWT ini menyebutkan setidaknya paling lama dua tahun dan hanya boleh diperpanjang satu kali untuk jangka waktu paling lama satu tahun. Peraturan baru ini bisa berpotensi memberikan kekuasaan dan keluasan bagi pengusaha untuk mempertahankan status pekerja kontrak tanpa batas.
2. Pemangkasan Hari Libur (Pasal 79)
Sebelumnya, pada Undang-Undang Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa pekerja mendapatkan libur dua hari dalam satu pekan. Namun, pada isi UU Omnibus Law Cipta Kerja pasal 79 ayat (2) huruf (b) mengatur, pekerja wajib diberikan waktu istirahat mingguan satu hari untuk enam hari kerja dalam satu pekan.
Tidak hanya itu, pada pasal 79 juga menghapus kewajiban perusahaan untuk memberikan istirahat panjang dua bulan lamanya bagi pekerja yang telah bekerja selama enam tahun berturut-turut dan berlaku setiap kelipatan masa kerja enam tahun.
Lalu pada pasal 79 ayat (3) pada isi UU Omnibus Law Cipta Kerja mengatur pemberian cuti tahunan paling sedikit 12 hari kerja setelah pekerja atau buruh bekerja selama 12 bulan secara terus menerus.
Kemudian di pasa 79 ayat (4) menyebutkan bahwa, pelaksanaan cuti tahunan diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama. Pasal 79 ayat (5) juga menyebutkan bahwa, perusahaan tertentu dapat memberikan istirahat panjang yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
3. Penggantian Aturan Pengupahan (Pasal 88)
Isi UU Omnibus Law Cipta Kerja yang mengalami perubahan adalah terkait pengupahan kerja. Pada pasal 88 ayat (3) dalam Bab Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa ada tujuh kebijakan terkait pengupahan. Padahal sebelumnya ada 11 kebijakan di Undang-Undang Ketenagakerjaan.
Tujuh kebijakan tersebut meliputi:
- Upah minimum
- Struktur dan skala upah
- Upah kerja lembur
- Upah tidak masuk kerja dan/atau tidak melakukan pekerjaan karena alasan tertentu
- Bentuk dan cara pembayaran upah
- Hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah
- Upah sebagai dasar perhitungan atau pembayaran hak dan kewajiban lainnya
Sementara kebijakan yang dihapus dalam isi UU Omnibus Law Cipta Kerja adalah:
- Upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya
- Upah untuk pembayaran pesangon
- Upah untuk perhitungan pajak penghasilan
4. Penghapusan Sanksi Tidak Bayar Upah (Pasal 91)
Regulasi lain yang dihapus dari isi UU Omnibus Law Cipta Kerja adalah terkait sanksi tidak bayar upah. Sanksi yang memberatkan perusahaan ini dihapus sesuai dengan ketentuan lewat Undang-Undang Cipta Kerja.
Pada pasal 91 ayat (1) Undang-Undang Ketenagakerjaan mengatur pengupahan yang ditetapkan atau kesepakatan antara pengusaha dan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh tidak boleh lebih rendah dari ketentuan pengupahan yang ditetapkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kemudian di pasal 91 ayat (2) menyebutkan bahwa, dalam hal kesepakatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) lebih rendah atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kesepakatan tersebut batal demi hukum, dan pengusaha wajib membayar upah pekerja/buruh menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Isi UU Omnibus Law Cipta Kerja menghapus dua pasal Undang-Undang Ketenagakerjaan terkait larangan membayarkan besaran upah di bawah ketentuan yang diatur di pasal 90 dan pasal 91.
5. Penghapusan Hak Permohonan PHK (Pasal 169)
Isi UU Omnibus Law Cipta Kerja juga menghapus hak pekerja/buruh untuk mengajukan permohonan pemutusan hubungan kerja (PHK) jika merasa dirugikan oleh perusahaan. Pada pasal 169 ayat (1) Undang-Undang Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa:
“Pekerja/buruh dapat mengajukan PHK kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial jika perusahaan, diantaranya menganiaya, menghina secara kasar, atau mengancam”
Selain itu, pengajuan PHK juga bisa diajukan jika perusahaan tidak membayarkan upah tepat waktu selama tiga bulan berturut-turut atau lebih. Ketentuan ini diikuti ayat (2) yang menyebutkan bahwa, pekerja akan mendapatkan uang pesangon dua kali, uang penghargaan masa kerja satu kali, dan uang penggantian hak sebagaimana diatur dalam pasal 156.
Kemudian pada pasal 169 ayat (3) menegaskan, jika perusahaan tidak terbukti melakukan perbuatan seperti yang diadukan ke lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial, maka hak tersebut tidak akan didapatkan oleh pekerja.
Akan tetapi semua isi dari pasal 169 ini dihapus seluruhnya dalam isi UU Omnibus Law Cipta Kerja.
Tidak Sesuai dengan HAM
Setelah pemerintah mensahkan isi UU Omnibus Law Cipta Kerja, protes datang dari berbagai sudut. Tidak hanya parah buruh, tetapi juga Amnesty International Indonesia yang menilai bahwa pemerintah dan DPR tidak berkomitmen untuk menegakkan hak asasi manusia dengan mengesahkan isi RUU Cipta Kerja 2020 menjadi undang-undang.
Selain itu, mereka juga menilai bahwa pemerintah dan DPR hanya memihak pada kelompok yang diuntungkan dengan disahkannya isi UU Omnibus Law Cipta Kerja ini. Pembuat kebijakan dinilai tidak memperhatikan dan mempertimbangkan pendapat dari pihak yang menentang substansi serta prosedur aturan.
Hasilnya? Hak jutaan pekerja terancam dengan disahkannya isi UU Omnibus Law Cipta Kerja. Bahkan pihak Amnesty juga berpendapat jika perusahaan bisa memiliki peluang besar untuk mengeksploitasi pekerja.
Lalu, apa dampak isi UU Omnibus Law Cipta Kerja bagi perekonomian Indonesia?
Dampak Isi UU Omnibus Law Cipta Kerja Bagi Perekonomian Indonesia
Meskipun isi RUU Cipta Kerja 2020 mendapatkan banyak penentangan dari berbagai pihak dan elemen, ada beberapa yang yakin bahwa isi UU Omnibus Law Cipta Kerja ini akan membawa hal positif. Isi UU Omnibus Law Cipta Kerja bisa mendorong perbaikan kondisi iklim penanaman modal melalui investasi.
Berikut dampak positif isi UU Omnibus Law Cipta Kerja bagi perekonomian Indonesia:
1. Isi RUU Cipta Kerja 2020 Membuka Lapangan Pekerjaan
Salah satu poin dari isi RUU Cipta Kerja 2020 adalah kemudahan dalam berinvestasi di Indonesia demi mendukung pertumbuhan usaha dan bisnis. Tentunya hal ini diharapkan bisa memberikan kemudahan untuk membuka usaha serta investasi yang dapat menyaring banyak tenaga kerja. Selain itu isi RUU Cipta Kerja 2020 ini juga diharapkan bisa mengatasi solusi pengangguran dan memberikan banyak lapangan kerja baru.
2. Isi RUU Cipta Kerja 2020 Mempermudah Masuknya Investasi
Dalam isi RUU Cipta Kerja 2020, disebutkan bahwa pemerintah akan mempermudah penanaman investasi. Hal ini tentunya bertujuan untuk meningkatkan investasi di Indonesia. Targetnya pun ada dari Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN).
Isi RUU Cipta Kerja 2020 juga mengatur kebijakan-kebijakan sebelumnya yang dinilai bisa menghambat masuknya investasi ke Indonesia. Hal ini dilakukan dengan harapan dapat mewujudkan perekonomian Indonesia yang semakin kuat sehingga dapat menjadi salah satu dari empat kekuatan ekonomi dunia pada 2030-2035. Dengan adanya kemudahan dalam menanam investasi, diharapkan akan semakin banyak usaha-usaha kecil, mikro, maupun menengah untuk menyaring tenaga kerja.
Itulah penjelasan terkait isi UU Omnibus Law Cipta Kerja yang disahkan oleh pemerintah. Semoga dengan disahkan undang-undang baru ini bisa memajukan perekonomian Indonesia sehingga masalah pengangguran bisa teratasi.
Bagi Anda yang sedang membutuhkan tenaga kerja, bisa menaruh lowongan pekerjaan di KitaLulus. Sebagai salah satu situs pencari kerja, KitaLulus beroperasi di kota-kota besar seperti Jabodetabek, Bandung, Makassar, Surabaya, Semarang, Medan, dan Gowa.
Daftarkan diri Anda untuk memasang lowongan pekerjaan di KitaLulus. Dapatkan tenaga kerja baru yang kompeten mulai dari sekarang!